Puluhan SMS Gorries Mere yang
dibocorkan oleh Mega Simarmata membuka mata publik. Ternyata sepak terjang
Densus 88 dan godfather-nya sangat berwarna. Jauh sebelum Julian Assange
menghebohkan dunia dengan Wikileaks-nya, Mega Simarmata telah mengguncang
dengan Densusleaks.
***
Beberapa waktu lalu, Julian Assange
membocorkan dokumen-dokumen dan komunikasi Deplu AS yang menghebohkan dunia.
Jika dahulu orang harus menunggu selama 30 tahun untuk bisa mengakses informasi
terdeklasifikasi (declassified) sesuai undang-undang, kini Assange
membuatnya jadi instan. Cukup buka situs Wikileaks, segudang bocoran informasi
akan bisa diakses bahkan diunduh.
Belakangan Assange ditangkap di
Inggris dan dipenjarakan. Namun situs penuh bocorannya tetap mengudara dengan
berganti-ganti server. Di Indonesa kemudian muncul situs Indoleaks yang
membocorkan beberapa dokumen rahasia seputar Orde Baru, pembunuhan Munir dan
kasus Lapindo. Embel-embel “leaks” menjadi daya tarik bagi para pengakses
internet.
Jika situs-situs “leaks” membocorkan
dokumen dan komunikasi negara, beda lagi dengan situs katakami.com. Situs
berita yang yang dipimpin oleh seorang jurnalis bernama Mega Simarmata ini
kerap memuat berita yang mengungkap sepak terjang “godfather” antiteror di
Indonesia, Gorries Mere. Karena Gorries sangat berpengaruh dalam operasi Densus
88 Antiteror dan Satgas Bom Mabes Polri, tak berlebihan jika situs katakami
berubah nama menjadi “Densusleaks.”
Mega menulis banyak hal tentang
Gorries. Dari dugaan korupsi alat komunikasi buatan Israel hingga dugaan
kongkalikong Gorries dengan bandar narkoba bernama Monas. Konon ia berkali-kali
diteror, ponselnya disadap hingga tak dapat digunakan. Situs katakami.com pun
kerap di-hack sehingga harus di-back up dengan sebuah blog.
Secara khusus Mega menuding pelakunya
adalah Kombes Petrus Reinhard Golose, bekas Kadivtelematika Mabes Polri. Tangan
kanan Gorries itu kini menjadi direktur di Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT).
Terkait kehidupan pribadi Gorries,
Mega menulis kedekatan sang komjen dengan seorang polwan bernama Vivik
Tjangkung meski telah beristri. Beberapa artikel yang ditulis Mega
menyoroti hal itu cukup tajam.
Tommy Winata
Terakhir, pada 9 Mei 2009, Mega
membocorkan puluhan SMS Gorries, dari nomor HP 0811995999 dan 0816.999999.
Nomor kedua ini disebut Mega sebagai nomor ini atas nama Tommy Winata, taipan
keturunan Cina yang sempat ribut dengan Majalah Tempo karena dituduh berada di
belakang terbakarnya Pasar Tanah Abang. Tommy juga yang akan menangani proyek
pembangunan jembatan Selat Sunda. Menurut Mega, nomor itu telah digunakan sejak
bertahun-tahun lalu oleh Gorries Mere.
Dalam SMS-SMS yang dikirim, Gorries
memakai inisial GM. Sementara Mega Simarmata disebutnya MS. GM seolah selalu
melaporkan keberadaannya, mungkin juga sebagai balasan atas SMS MS. Misalnya
ketika GM berada di Washington DC tanggal 17 Januari 2007. Saat itu GM
mendampingi Kapolri Sutanto meminta akses untuk bisa memeriksa Hambali yang
tengah ditahan di Kamp Guantanamo. Sebuah permintaan yang ditolak oleh Amerika.
Keesokan harinya, GM menceritakan
komunikasinya dengan Brigjen Badrodin Haiti, Kapolda Sulteng. Saat itu situasi
di Poso tengah memanas karena polisi memaksa para DPO teroris yang bermukim di
kompleks Pesantren Tanah Runtuh menyerah. Namun mereka baru mau menyerah jika
16 nama aktor intelektual Kristen yang disebut namanya oleh Tibo cs. juga
ditangkap. Perundingan pun buntu.
Saat itu Gorries Mere sedang berada
di Amerika Serikat. Namun, menurut Mega, atas perintah Gorries Mere maka
dilakukan penyerangan yang kedua kalinya di Poso tanggal 22 Januari 2007 yang
mengakibatkan belasan orang sipil tak bersenjata tewas akibat tembakan POLRI.
Saat itu, KOMNAS HAM turun ke lokasi bentrok tersebut dan menyimpulkan bahwa
POLRI telah melakukan pelanggaram HAM.
Pada hari bakutembak berkecamuk di
Poso, GM tak lupa mengabarkan situasi di sana pada MS. GM bercerita berbagai
senjata digunakan oleh kelompok DPO. Akibatnya tiga polisi terluka.
Penyadap Israel
MS juga bercerita, sambil
membocorkan SMS GM tentunya, bagaimana GM begitu sebal pada mantan KSAD
Jenderal Ryamizard Ryacudu. Mega menulis bahwa sejumlah SMS dari Gories Mere
bernada mengejek Jenderal Ryamizard Ryacudu. Semua SMS “sangat lancang” serta
“tidak santun” dari GM yang mengejek Ryamizard kemudian di-forward ke
nomor ponsel sang jenderal.
Menurut wartawati ini, Gories Mere
memiliki kecenderungan untuk mengejek dan merendahkan TNI, tetapi juga mengejek
dan merendahkan institusinya sendiri, Polri. Menurut Mega, Gories Mere adalah
perwira tinggi Polri yang sangat tidak kredibel dan menyebarkan benih
perpecahan disana-sini.
GM bukan tak sadar bahwa ia tak
disukai banyak orang. Namun ia mengklaim bahwa hal itu karena dua sebab.
Pertama karena ia Kristen, kedua karena ia tak seperti pejabat lain di
Indonesia yang suka korupsi. Ia lebih suka berpikir dan berbuat untuk bangsa
dan negara. Ini tercantum dalam SMS GM tanggal 14 Mei 2007.
Namun, empat hari sebelumnya, GM
mengirimkan SMS dari Madrid, Spanyol. Menurut Mega, GM mengaku tengah menggelar
pertemuan rahasia dengan pengusaha yang menyediakan alat penyadap dari Israel.
Pengusaha itu konon mengeluh banyaknya upeti yang setoran yang harus
dikeluarkan jika hendak melakukan investasi ke Indonesia.
Mega sangsi dengan cerita GM itu,
menurutnya itu hanya keterangan sepihak. “Pertanyaannya adalah mengapa ia
mengadakan pertemuan gelap atau rahasia di luar negeri dengan pengusaha alat
penyadap ? Patut dapat diduga, GORIES MERE terlibat dalam kasus korupsi
pembelian alat penyadap buatan Israel yang digunakan Tim Anti Teror POLRI.”
Bocoran dari Mega ini mengingatkan
publik pada kasus korupsi alat komunikasi (alkom) di Polri. Saat itu ada
beberapa perwira tinggi yang dituding merugikan miliaran rupiah uang negara.
Namun yang dikorbankan hanya Henry Siahaan, rekanan Polri dalam proyek itu.
Henry pun masuk bui dan kemudian bercerai dengan isterinya, Yuni Shara.
Abu Dujana
“Laporan” GM pada MS terus
berlanjut. Pada 9 Juni 2007, Pada Pukul 14.15.47, GM mengaku tengah berada di
hutan Pantai Selatan Wilayah Gombong. Saat itu ia tengah memantau penangkapan
atas Abu Dujana. Tersangka teroris yang dianggap dekat dengan Noordin M Top.
Penangkapan ini sempat memicu heboh.
Pasalnya Menlu Australia Alexander Downer merilis kabar itu tanggal 11 Juni,
dua hari sebelum Mabes Polri mengakuinya. Beberapa jam sebelum jumpa pers
Polri, dinihari tanggal 13 Juni 2007, GM meng-SMS Mega bahwa ABD (inisial Abu
Dujana) telah tertangkap. “We got him. Thank you so much Non, for everything
that has been happened & already done.” GM menyapa MS dengan sebutan
akrab, Non, dalam berbagai SMS-nya.
Empat hari kemudian, tepat hari
Minggu, GM kembali menyapa MS. “Belum Misa, Non? Sangat confidential, Only
For Non. Ada yang sedang diambil dan sedang dikorek-korek karena masih
kunci mulut. Pakai doanya Non lagi, dong …
Tiga hari berikutnya, 20 Juni 2007,
GM kembali melaporkan perkembangan kasus Abu Dujana. Saat itu bola panas
bergulir karena anak Abu Dujana yang berumur 8 tahun bersaksi di depan DPR
bahwa ayahnya ditembak meski sudah menyerah. Polri pun menjadi bulan-bulanan
kecaman publik.
Realita yg diungkapkan oleh GM dalam
SMS-nya lebih parah. Sebenarnya Abu Dujana mau ditembak mati!
“Sebenarnya Petugas kami akan
melumpuhkan dgn menembak KEPALA ABD. Tapi Ybs berkelit. Menundukkan kepala
& pahanya NUNGGING ke ATAS sampai tertembus peluru. Hehehe. Untung dia !”
“Membeli” Opini Gus Dur
Dalam situasi terpojok itu, dikecam
publik lantaran kejanggalan dalam kasus Abu Dujana, pada tanggal 22 Juni GM
mengirimkan bahan-bahan berita versinya kepada MS. Kepada Kombes Benny Mamoto,
salah satu perwira andalannya di Densus 88, GM menmerintahkan bahan itu dikirim
via faks. “Tolong Ben, sekarang juga bahan tadi dikirim melalui fax.”
Untuk memperkuat permintaan dukungan
itu, GM pada tanggal 25 Juni mencoba menyuap MS dengan uang sebesar 10 juta
rupiah. Mega mengaku ia sama sekali tak mau menerima uang tersebut. Kemudian
ajudan GM bernama Santos juga berupaya menyerahkan uang tersebut pada MS.
Entah apa yang kemudian terjadi.
Namun pada tanggal 29 Juni, GM mengucapkan terima kasih atas bantuan MS. Untuk
memberi “keseimbangan pemberitaan,” Mega Simarmata meminta pendapat, pandangan
dan tulisan kolom dari Mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi dan
sebagainya. “Opini penyeimbang” itu dimuat di halaman khusus yang dibayar
berdasarkan tarif iklan advetorial berbagai surat kabar sehingga menghabiskan
dana hampir Rp. 20 Juta.
Puluhan SMS Gorries Mere yang
dibocorkan oleh Mega Simarmata membuka mata publik. Ternyata sepak terjang
Densus 88 dan godfather-nya sangat berwarna. Jauh sebelum Julian Assange
menghebohkan dunia dengan Wikileaks-nya, Mega Simarmata telah mengguncang
dengan Densusleaks.
Mega berjanji akan terus membocorkan
SMS Gorries dalam kurun waktu 2006-2009. Sejauh ini baru sekitar 27 SMS yang
dibocorkan dalam berangka tahun 2007. Padahal Mega mengaku ada ribuan SMS! Ia
berjanji akan terus membocorkan SMS-SMS itu jika diintimidasi oleh Gorries.
Benarkah? Kita tunggu saja. (muslimdaily/arrahmah.com).
Summber: Arrahmah.com
No comments:
Post a Comment