JAKARTA (voa-islam.com) – Menanggapi artikel koresponden The Sydney Morning Herald yang menyebut organisasi dakwah Al Fatih Kafah Nusantara (AFKN) sebagai organisasi Islam radikal, pimpinan AFKN Ustadz Fadzlan Garamatan malah berterima kasih dengan penulisnya. Ia tidak ingin menanggapi serius, baginya artikel itu hanya promosi gratis buat AFKN.
"Selama ini dakwah AFKN dalam tataran santun, dan tidak memaksakan kehendak. AFKN dicap radikal itu hak dia bicara, bagi saya itu promosi gratis, tak perlu ditanggapi serius. Yang namanya dakwah itu harus siap difitnah, dicaci dan dimaki, Rasulullah Saw pun mengalami,” ujar Ustadz Fadzlan yang ditemui voa-islam santai sambil menikmati kebuli di Restoran Abunawas, Jakarta.
Dikatakan Ustadz Fadzlan, AFKN tidak pernah punya masalah dengan masyarakat Kristen di sana. “Kami saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Dakwah Islam di Nuuwar tidak pernah memaksa, karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin bagi semua makhluk. Soal hidayah itu urusan Allah, tugas kita hanya menyampaikan saja.”
Dengan adanya kapal dakwah AFKN, diakui Ustadz Fadzlan, ada beberapa muallaf yang tertarik dengan Islam. “Dakwah kami dengan akhlak, dan tak akan memaksakan kehendak.”
Humas AFKN Ahmad Damanik memberitahukan, Michael Bachelard sempat menelpon dirinya untuk minta kesediaan waktu Ust Fadzlan diwawancarai. Namun Ustadz Fadzlan menolaknya. “Kami sudah tahu motifnya apa,” kata Ahmad.
Bahkan setelah artikel wartawan koresponden asal Austalia itu terbit di situs online The Sydney Morning Herald, humas AFKN menghubungi penulisnya Micahel, untuk menyampaikan terima kasihnya atas promosinya membesarkan nama AFKN.
Istana Meragukan Artikel
Yang menarik, seperti diberitakan situs Tempo Interaktif berjudul: “Istana Pertanyakan Berita Islamisasi Papua”. Diberitakan, Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah menyatakan, pemerintah meragukan sumber dan isi artikel The Sydney Morning Herald mengenai program Islamisasi terhadap anak-anak di Papua.
Media massa terbesar di Australia tersebut menuding pemerintah mengirimkan anak-anak Papua ke Jawa untuk disekolahkan di pesantren-pesantren dan menjadi muslim. “Tidak diketahui sumber yang digunakan The Sydney Morning Herald, juga apakah artikel tersebut credible,” kata Faizasyah melalui pesan singkat kepada Tempo, Senin, 6 Mei 2013.
The Sydney juga menyamakan nasib Papua Barat dengan perlakuan pemerintah Australia terhadap suku Aborigin. Kebijakan pemerintah Australia pada 1910-1971, mengambil dan mengirim sekitar 100 ribu anak suku Aborigin untuk dididik berdasarkan budaya Eropa atau Barat. Atas kejadian ini, Pemerintah Australia kemudian meminta maaf pada “generasi yang hilang” tersebut sejak pemerintahan Perdana Menteri Kevin
Rudd. [desastian]
Sumber: VOA Islam.com
No comments:
Post a Comment