**

Friday, May 31, 2013

Intelijen Asing Bidik Aceh dan Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Intelijen asing dinilai membidik wilayah Aceh dan Papua. Sebab, dua wilayah itu merupakan wilayah perbatasan negara yang potensial akan sumber daya alam.

Karena itu, keberadaan pesawat militer Amerika Serikat (AS) di langit Kota Aceh, Senin (20/5) lalu, perlu mendapat perhatian serius. Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Hidayat Nur Wahid menilai, pemerintah harus lebih serius menjaga wilayah terdepan Indonesia, dalam hal ini Papua dan Aceh. “ Karena di wilayah Papua dan Aceh menjadi wilayah yang banyak intelijen asing,” kata Hidayat saat dihubungi Republika, Rabu (22/5).

Selain membidik kekayaan alam Indonesia, intelijen asing juga disebut Hidayat kerap mencampuri politik dalam negeri. Tak heran maka Papua dan Aceh kerap dilanda gesekan politik dan separatisme.

“Ada dua motif asing di Indonesia ekonomi yakni mengeruk sumber daya alam. Selain itu ada motif politik,” ujarnya.

Menurut Hidayat, motif politik bisa saja dibawa agen asing untuk menghancurkan Indonesia. Sejumlah isu pun dijadikan kedok untuk merongrong kedaluatan bangsa, di antaranya soal HAM. “Mereka ini bisa saja memiliki motif politik yang berniat membuat kekisruhan di Indonesia,” ujar politikus PKS ini.

Terkait dengan peristiwa pesawat militer AS yang memasuki wilayah Indonesia,  Hidayat pun angkat suara, “Bisa saja itu adalah intelijen.”

Menyusul aksi pesawat AS di Aceh, Pengamat intelejen Wawan Purwanto meminta pemerintah meminta penjelasan ke negara Paman Sam. “Tentu saja harus ada penjelasan yang kongkret (dari AS). Kalau karena kalau alasannya habis bahan bakar atau keliru soal izin, kurang bisa dicerna,” ujar dia ketika dihubungi, Rabu (22/5).

Wawan mengatakan, awak militer AS memiliki tingkat keterampilan tinggi dalam memperhitungkan segala hal, termasuk soal persedian bahan bakar. Di samping itu, pesawat militer AS juga bukan rahasia lagi sudah dilengkapi dengan ragam fitur teknologi super canggih. Sehingga, kealpaan soal perhitungan jarak dan bahan bakar yang tersedia hampir zero probability alias mustahil.

“Jadi besar kemungkinan ada yang dilanggar secara sengaja oleh pihak AS dalam aturan zona terbang di Negara kita,” ujarnya.

Wawan menambahkan, insiden soal pelanggaran zona terbang, seperti oleh AS,  sebenarnya bukan kejadian pertama. Tahun 2009 lalu, pesawat militer Indonesia jenis Sukhoi sedang melakukan peragaan armada perang di Makassar. Tiba-tiba ada benda asing yang dipastikan merupakan pesawat militer luar negeri, menjadikan Sukhoi itu sebagai sasaran tembak.

Beruntung, penembakan urung terjadi dan pesawat misterius kemudian menghilang. Hal itu menjadi bukti bahwa wilayah udara Indonesia rentan ditembus kekuatan asing.

“Dulu pesawat kita di-lock (dibidik) oleh armada asing. Ya itu membuktikan ada pesawat pengintai sedang hilir mudik di langit Indonesia,” jelas dia.

AS sendiri telah mengakui kesalahan karena pesawat militer Dornier seri 328 miliknya melintasi wilayah Indonesia. Pihak AS mengaku terpaksa mendaratkan pesawatnya di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.

"Kesalahan mendaratnya pesawat itu ada di pihak kami," kata Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel saat mendampingi Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman.

Pesawat militer AS sebelumnya berangkat dari Maladewa menuju Singapura, Senin (20/5).  Namun pesawat itu terpaksa mendarat di kawasan Indonesia karena mengalami kekurangan bahan bakar.

Marciel menerangkan awak pesawat Dornier 328 semula menduga izin terbang di kawasan Indonesia masih berlaku. Namun ternyata izin terbangnya telah kadaluwarsa.

Aktivitas rahasia pihak asing, khsusnya AS, memang pernah diungkapkan oleh laman Wikileaks.  Pada tahyn 2010, Wikileaks pernah merilis 3.059 dokumen rahasia Amerika Serikat yang terkait Indonesia.

Dari dokumem itu terungkap sisi kepentingan AS pada sejumlah isu dalam negeri, di antaranya soal Pemilu Presiden 2004, masalah Timor Timur, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).n dyah meta novia/gilang akbar prambadi ed: abdullah sammy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Redaktur : Zaky Al Hamzah
Sumber Republika.co.id
***

No comments:

Post a Comment

****