Pelajaran yang Tak Terlupakan dari Kisah Ummu Mahjan
Wahai ibuku… Wahai saudariku… Janganlah Anda meremehkan amal kebaikan
sekalipun kecil, dan ketahuilah bahwa Anda diseru untuk menunaikan
tanggung jawab Anda dengan mencurahkan segenap kemampuan dan banyak
berkorban dalam rangka menegakkan bangunan Islam yang agung. Janganlah
sekali-kali anda mengelak dari tugas anda sekalipun hanya sedetik karena
tipu daya musuh Islam terhadapmu. Mereka musuh-musuh Islam ingin
sekiranya engkau menyimpang dari tugasmu yang mulia, dan mereka berupaya
menjatuhkan semangatmu dalam berhidmat kepada Islam dan membina umat.
Janganlah… dan sekali lagi janganlah Anda mengelak dan mundur dari
berkhidmat kepada Islam karena anda merasa lemah, tidak ada kemampuan
untuk ikut andil dalam menguatkan masyarakat Islam, sebab sesungguhnya
perasaan-perasaan seperti itu merupakan rekayasa dari setan jin dan
manusia. Maka di sini kami hendak menyuguhkan sebuah kisah seorang
wanita yang lemah dan berkulit hitam. Kisah ini merupakan sebuah
pelajaran bagi kaum muslimin dalam hal kesungguhan, ketawadhu’an hingga
sampai pada puncak semangatnya. Beliau seorang wanita yang berkulit
hitam, dipanggil dengan nama Ummu Mahjan. Telah disebutkan di dalam
Ash-Shahih tanpa menyebutkan nama aslinya, bahwa beliau tinggal di
Madinah [Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat (VIII/414)]. Beliau
Radhiyallahu ‘anha seorang wanita miskin yang memiliki tubuh yang lemah.
Untuk itu beliau tidak luput dari perhatian Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam sang pemimpin, sebab beliau senantiasa mengunjungi
orang-orang miskin dan menanyai keadaan mereka dan memberi makanan
kepada mereka, maka tidakkah anda tahu akan hal ini wahai para pemimpin
rakyat? Beliau Radhiyallahu ‘anha menyadari bahwa dirinya memiliki
kewajiban terhadap akidahnya dan masyarakat Islam. Lantas apa yang bisa
dia laksanakan padahal beliau adalah seorang wanita yang tua dan lemah?
Akan tetapi beliau sedikitpun tidak bimbang dan ragu, dan tidak
menyisakan sedikitpun rasa putus asa dalam hatinya. Dan putus asa adalah
jalan yang tidak dikenal di hati orang-orang yang beriman.
Begitulah, keimanan beliau telah menunjukkan kepadanya untuk menunaikan
tanggung jawabnya. Maka beliau senantiasa membersihkan kotoran dan
dedaunan dari masjid dengan menyapu dan membuangnya ke tempat sampah.
Beliau senantiasa menjaga kebersihan rumah Allah, sebab masjid memiliki
peran yang sangat urgen di dalam Islam. Di sanalah berkumpulnya para
pahlawan dan para ulama’. Masjid, ibarat parlemen yang sebanyak lima
kali sehari digunakan sebagai wahana untuk bermusyawarah, saling
memahami dan saling mencintai, sebagaimana pula masjid adalah
universitas tarbiyah amaliyah yang mendasar dalam membina umat.
Begitulah fungsi masjid pada zaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, demikian pulalah yang terjadi pada zaman khulafa‘ur rasyidin dan
begitu pula seharusnya peranan masjid hari ini hingga tegaknya hari
kiamat. Untuk itulah Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha tidak kendor
semangatnya, sebab pekerjaan itu merupakan target yang dapat beliau
kerjakan. Beliau tidak pernah meremehkan pentingnya membersihkan kotoran
untuk membuat suasana yang nyaman bagi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
sallam dan para sahabat beliau dalam bermusyawarah yang senantiasa
mereka kerjakan secara rutin. Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha terus
menerus menekuni pekerjaan tersebut hingga beliau wafat pada zaman
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika ia wafat, para shahabat
Ridhwanullahi ‘Alaihim membawa jenazahnya setelah malam menjelang dan
mereka mendapati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam masih tertidur.
Mereka pun tidak ingin membangunkan beliau, sehingga mereka langsung
menshalatkan dan menguburkannya di Baqi‘ul Gharqad. Pagi harinya
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan wanita itu,
kemudian beliau tanyakan kepada para sahabat, mereka menjawab, “Beliau
telah dikubur wahai Rasulullah, kami telah mendatangi anda dan kami
dapatkan anda masih dalam keadaan tidur sehingga kami tidak ingin
membangunkan anda.” Maka beliau bersabda, “Marilah kita pergi!” Lantas
bersama para shahabat, Rasulullah pergi menuju kubur Ummu Mahjan. Maka
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara para sahabat
berdiri bershaf-shaf di belakang beliau, lantas Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam menshalatkannya dan bertakbir empat kali [lihat
al-Ishabah dalam Tamyizish Shahabah (VIII/187)] Sebuah riwayat dari
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang wanita yang berkulit
hitam yang biasanya membersihkan masjid, suatu ketika Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam merasa kehilangan dia, lantas beliau
bertanya tentangnya. Mereka telah berkata, “Dia telah wafat.” Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak
memberitahukan hal itu kepadaku?” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah
mereka menganggap bahwa kematian Ummu Mahjan itu adalah hal yang
sepele.” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunjukkan
kepadaku di mana kuburnya!” Maka mereka menunjukkan kuburnya kepada
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau menyalatkannya,
lalu bersabda: إِنَّ هٰذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةٌ عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللّٰهَ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلاَتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya kubur ini terisi dengan kegelapan atas penghuninya dan
Allah meneranginya bagi mereka karena aku telah menyalatkannya.” [Lihat
al-Ishabah (VIII/187), al-Muwatha’ (I/227), an-Nasa’i (I/9) hadits
tersebut mursal, akan tetapi maknanya sesuai dengan hadits yang
setelahnya yang bersambung dengan riwayat al-Bukhari dan Muslim.]
Semoga Allah merahmati Ummu Mahjan Radhiyallahu ‘anha yang sekalipun
beliau seorang yang miskin dan lemah, akan tetapi beliau turut berperan
sesuai dengan kemampuannya. Beliau adalah pelajaran bagi kaum muslimin
dalam perputaran sejarah bahwa tidak boleh menganggap sepele suatu amal
sekalipun kecil. Oleh karena itu ia mendapatkan perhatian dari
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam hingga ia wafat. Sehingga beliau
menyalahkan para shahabat beliau Ridhwanullahi ‘Alaihim yang tidak
memberitahukan kepada beliau perihal kematiannya agar beliau dapat
mengantarkan Ummu Mahjan ke tempat tinggalnya yang terakhir di dunia.
Bahkan tidak cukup hanya demikian namun beliau bersegera menuju kuburnya
untuk menshalatkannya agar Allah menerangi kuburnya dengan shalat
beliau. Wahai ibuku… wahai saudariku… tahukah Anda setelah ini apa yang
dituntut dari Anda berupa andil yang telah Anda sumbangkan kepada agama
dan umat?
No comments:
Post a Comment