suaramedia.com - Christopher Columbus menyebut Amerika sebagai 'The New World' ketika pertama kali menginjakkan kakinya di benua itu pada 21 Oktober 1492.
Namun,
bagi umat Islam di era keemasan, Amerika bukanlah sebuah 'Dunia Baru'.
Sebab, 603 tahun sebelum penjelajah Spanyol itu menemukan benua itu,
para penjelajah Muslim dari Afrika Barat telah membangun peradaban di
Amerika.
Klaim sejarah Barat yang
menyatakan Columbus sebagai penemu benua Amerika akhirnya terpatahkan.
Sederet sejarawan menemukan fakta bahwa para penjelajah Muslim telah
menginjakkan kaki dan menyebarkan Islam di benua itu lebih dari setengah
milenium sebelum Columbus.
Secara historis umat Islam telah memberi kontribusi dalam ilmu pengetahuan, seni, serta kemanusiaan di benua Amerika.
''Tak perlu diragukan lagi,
secara historis kaum Muslimin telah memberi pengaruh dalam evolusi
masyarakat Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus
menemukannya,'' tutur Fareed H Numan dalam American Muslim History A
Chronological Observation. Sejarah mencatat Muslim dari Afrika telah
menjalin hubungan dengan penduduk asli benua Amerika, jauh sebelum
Columbus tiba.
Jika Anda
mengunjungi Washington DC, datanglah ke Perpustakaan Kongres (Library of
Congress). Lantas, mintalah arsip perjanjian pemerintah Amerika Serikat
dengan suku Cherokee, salah satu suku Indian, tahun 1787. Di sana akan
ditemukan tanda tangan Kepala Suku Cherokee saat itu, bernama AbdeKhak
dan Muhammad Ibnu Abdullah.
Isi perjanjian itu antara lain
adalah hak suku Cherokee untuk melangsungkan keberadaannya dalam
perdagangan, perkapalan, dan bentuk pemerintahan suku cherokee yang saat
itu berdasarkan hukum Islam.
Lebih lanjut, akan ditemukan
kebiasaan berpakaian suku Cherokee yang menutup aurat sedangkan kaum
laki-lakinya memakai turban (surban) dan terusan hingga sebatas lutut.
Cara berpakaian ini dapat
ditemukan dalam foto atau lukisan suku cherokee yang diambil gambarnya
sebelum tahun 1832. Kepala suku terakhir Cherokee sebelum akhirnya
benar-benar punah dari daratan Amerika adalah seorang Muslim bernama
Ramadan Ibnu Wati.
Berbicara tentang suku Cherokee,
tidak bisa lepas dari Sequoyah. Ia adalah orang asli suku cherokee yang
berpendidikan dan menghidupkan kembali Syllabary suku mereka pada 1821.
Syllabary adalah semacam aksara. Jika kita sekarang mengenal abjad A
sampai Z, maka suku Cherokee memiliki aksara sendiri.
Yang membuatnya sangat luar
biasa adalah aksara yang dihidupkan kembali oleh Sequoyah ini mirip
sekali dengan aksara Arab. Bahkan, beberapa tulisan masyarakat cherokee
abad ke-7 yang ditemukan terpahat pada bebatuan di Nevada sangat mirip
dengan kata ”Muhammad” dalam bahasa Arab.
Nama-nama suku Indian dan kepala
sukunya yang berasal dari bahasa Arab tidak hanya ditemukan pada suku
Cherokee (Shar-kee), tapi juga Anasazi, Apache, Arawak, Arikana, Chavin
Cree, Makkah, Hohokam, Hupa, Hopi, Mahigan, Mohawk, Nazca, Zulu, dan
Zuni.
Bahkan, beberapa kepala suku
Indian juga mengenakan tutp kepala khas orang Islam. Mereka adalah
Kepala Suku Chippewa, Creek, Iowa, Kansas, Miami, Potawatomi, Sauk, Fox,
Seminole, Shawnee, Sioux, Winnebago, dan Yuchi. Hal ini ditunjukkan
pada foto-foto tahun 1835 dan 1870.
Secara umum, suku-suku Indian di
Amerika juga percaya adanya Tuhan yang menguasai alam semesta. Tuhan
itu tidak teraba oleh panca indera. Mereka juga meyakini, tugas utama
manusia yang diciptakan Tuhan adalah untuk memuja dan menyembah-Nya.
Seperti penuturan seorang Kepala
Suku Ohiyesa : ”In the life of the Indian, there was only inevitable
duty-the duty of prayer-the daily recognition of the Unseen and the
Eternal”. Bukankah Al-Qur’an juga memberitakan bahwa tujuan penciptaan
manusia dan jin semata-mata untuk beribadah pada Allah
Bagaimana bisa Kepala suku Indian Cheeroke itu muslim?
Sejarahnya panjang, Semangat
orang-orang Islam dan Cina saat itu untuk mengenal lebih jauh planet
(tentunya saat itu nama planet belum terdengar) tempat tinggalnya selain
untuk melebarkan pengaruh, mencari jalur perdagangan baru dan tentu
saja memperluas dakwah Islam mendorong beberapa pemberani di antara
mereka untuk melintasi area yang masih dianggap gelap dalam peta-peta
mereka saat itu.
Beberapa nama tetap begitu
kesohor sampai saat ini bahkan hampir semua orang pernah mendengarnya
sebut saja Tjeng Ho dan Ibnu Batutta, namun beberapa lagi hampir-hampir
tidak terdengar dan hanya tercatat pada buku-buku akademis.
Para ahli geografi dan
intelektual dari kalangan muslim yang mencatat perjalanan ke benua
Amerika itu adalah Abul-Hassan Ali Ibn Al Hussain Al Masudi (meninggal
tahun 957), Al Idrisi (meninggal tahun 1166), Chihab Addin Abul Abbas
Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) dan Ibn Battuta (meninggal tahun
1369).
Menurut catatan ahli sejarah dan
ahli geografi muslim Al Masudi (871 – 957), Khashkhash Ibn Saeed Ibn
Aswad seorang navigator muslim dari Cordoba di Andalusia, telah sampai
ke benua Amerika pada tahun 889 Masehi.
Dalam bukunya, ‘Muruj Adh-dhahab
wa Maadin al-Jawhar’ (The Meadows of Gold and Quarries of Jewels), Al
Masudi melaporkan bahwa semasa pemerintahan Khalifah Spanyol Abdullah
Ibn Muhammad (888 – 912), Khashkhash Ibn Saeed Ibn Aswad berlayar dari
Delba (Palos) pada tahun 889, menyeberangi Lautan Atlantik, hingga
mencapai wilayah yang belum dikenal yang disebutnya Ard Majhoola, dan
kemudian kembali dengan membawa berbagai harta yang menakjubkan.
Sesudah itu banyak pelayaran
yang dilakukan mengunjungi daratan di seberang Lautan Atlantik, yang
gelap dan berkabut itu. Al Masudi juga menulis buku ‘Akhbar Az Zaman’
yang memuat bahan-bahan sejarah dari pengembaraan para pedagang ke
Afrika dan Asia.
Dr. Youssef Mroueh juga menulis
bahwa selama pemerintahan Khalifah Abdul Rahman III (tahun 929-961) dari
dinasti Umayah, tercatat adanya orang-orang Islam dari Afrika yang
berlayar juga dari pelabuhan Delba (Palos) di Spanyol ke barat menuju ke
lautan lepas yang gelap dan berkabut, Lautan Atlantik. Mereka berhasil
kembali dengan membawa barang-barang bernilai yang diperolehnya dari
tanah yang asing.
Beliau juga menuliskan menurut
catatan ahli sejarah Abu Bakr Ibn Umar Al-Gutiyya bahwa pada masa
pemerintahan Khalifah Spanyol, Hisham II (976-1009) seorang navigator
dari Granada bernama Ibn Farrukh tercatat meninggalkan pelabuhan Kadesh
pada bulan Februari tahun 999 melintasi Lautan Atlantik dan mendarat di
Gando (Kepulaun Canary).
Ibn Farrukh berkunjung kepada
Raja Guanariga dan kemudian melanjutkan ke barat hingga melihat dua
pulau dan menamakannya Capraria dan Pluitana. Ibn Farrukh kembali ke
Spanyol pada bulan Mei 999.
Perlayaran melintasi Lautan
Atlantik dari Maroko dicatat juga oleh penjelajah laut Shaikh Zayn-eddin
Ali bin Fadhel Al-Mazandarani. Kapalnya berlepas dari Tarfay di Maroko
pada zaman Sultan Abu-Yacoub Sidi Youssef (1286 – 1307) raja keenam
dalam dinasti Marinid.
Kapalnya mendarat di pulau Green
di Laut Karibia pada tahun 1291. Menurut Dr. Morueh, catatan perjalanan
ini banyak dijadikan referensi oleh ilmuwan Islam.
Sultan-sultan dari kerajaan Mali
di Afrika barat yang beribukota di Timbuktu, ternyata juga melakukan
perjalanan sendiri hingga ke benua Amerika. Sejarawan Chihab Addin
Abul-Abbas Ahmad bin Fadhl Al Umari (1300 – 1384) memerinci eksplorasi
geografi ini dengan seksama.
Timbuktu yang kini dilupakan
orang, dahulunya merupakan pusat peradaban, perpustakaan dan keilmuan
yang maju di Afrika. Ekpedisi perjalanan darat dan laut banyak dilakukan
orang menuju Timbuktu atau berawal dari Timbuktu.
Sultan yang tercatat melanglang
buana hingga ke benua baru saat itu adalah Sultan Abu Bakari I (1285 –
1312), saudara dari Sultan Mansa Kankan Musa (1312 – 1337), yang telah
melakukan dua kali ekspedisi melintas Lautan Atlantik hingga ke Amerika
dan bahkan menyusuri sungai Mississippi.
Sultan Abu Bakari I melakukan
eksplorasi di Amerika tengah dan utara dengan menyusuri sungai
Mississippi antara tahun 1309-1312. Para eksplorer ini berbahasa Arab.
Dua abad kemudian, penemuan
benua Amerika diabadikan dalam peta berwarna Piri Re’isi yang dibuat
tahun 1513, dan dipersembahkan kepada raja Ottoman Sultan Selim I tahun
1517. Peta ini menunjukkan belahan bumi bagian barat, Amerika selatan
dan bahkan benua Antartika, dengan penggambaran pesisiran Brasil secara
cukup akurat.
Pengaruh Islam di Benua Amerika
Sekali-kali cobalah Anda membuka
peta Amerika. Telitilah nama tempat yang ada di Negeri Paman Sam itu.
Sebagai umat Islam, pastilah Anda akan dibuat terkejut. Apa pasal?
Ternyata begitu banyak nama tempat dan kota yang menggunakan kata-kata
yang berakar dan berasal dari bahasa umat Islam, yakni bahasa Arab.
Tak percaya? Cobalah wilayah Los
Angeles. Di daerah itu ternyata terdapat nama-nama kawasan yang berasal
dari pengaruh umat Islam. Sebut saja, ada kawasan bernama Alhambra.
Bukankah Alhambra adalah nama istana yang dibangun peradaban Islam di
Cordoba?
Selain itu juga ada nama teluk
yang dinamai El Morro serta Alamitos. Tak cuma itu, ada pula nama tempat
seperti; Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Alcazar, Alameda,
Alomar, Almansor, Almar, Alva, Amber, Azure, dan La Habra.
Setelah itu, mari kita bergeser
ke bagian tengah Amerika. Mulai dari selatan hingga Illinois juga
terdapat nama-nama kota yang bernuansa Islami seperti; Albany,
Andalusia, Attalla, Lebanon, dan Tullahoma. Malah, di negara bagian
Washington terdapat nama kota Salem.
Pengaruh Islam lainnya pada
penamaan tempat atau wilayah di Amerika juga sangat kental terasa pada
penamaan Karibia (berasal dari bahasa Arab). Di kawasan Amerika Tengah,
misalnya, terdapat nama wilayah Jamaika dan Kuba. Muncul pertanyaan,
apakah nama Kuba itu berawal dan berakar dari kata Quba - masjid pertama
yang dibangun Rasulullah adalah Masjid Quba. Negara Kuba beribu kota La
Habana (Havana).
Di benua Amerika pun terdapat
sederet nama pula yang berakar dari bahasa Peradaban Islam seperti pulau
Grenada, Barbados, Bahama, serta Nassau. Di kawasan Amerika Selatan
terdapat nama kota-kota Cordoba (di Argentina), Alcantara (di Brazil),
Bahia (di Brazil dan Argentina). Ada pula nama pegunungan Absarooka yang
terletak di pantai barat.
Menurut Dr A Zahoor, nama negara
bagian seperti Alabama berasal dari kata Allah bamya. Sedangkan
Arkansas berasal dari kata Arkan-Sah. Sedangkan Tennesse dari kata
Tanasuh. Selain itu, ada pula nama tempat di Amerika yang menggunakan
nama-nama kota suci Islam, seperti Mecca di Indiana, Medina di Idaho,
Medina di New York, Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio,
Medina di Tennessee, serta Medina di Texas. Begitulah peradaban Islam
turut mewarnai di benua Amerika.
Fakta Eksistensi Islam di Amerika
Tahun 999 M: Sejarawan Muslim
Abu Bakar Ibnu Umar Al-Guttiya mengisahkan pada masa kekuasaan Khalifah
Muslm Spanyol bernama Hisham II (976 M -1009 M), seorang navigator
Muslim bernama Ibnu Farrukh telah berlayar dari Kadesh pada bulan
Februari 999 M menuju Atlantik. Dia berlabuh di Gando atau Kepulauan
Canary Raya. Ibnu Farrukh mengunjungi Raja Guanariga. Sang penjelajah
Muslim itu memberi nama dua pulau yakni Capraria dan Pluitana. Ibnu
Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999 M.
Tahun 1178 M: Sebuah dokumen
Cina yang bernama Dokumen Sung mencatat perjalanan pelaut Muslim ke
sebuah wilayah bernama Mu-Lan-Pi (Amerika). Tahun 1310 M: Abu Bakari
seorang raja Muslim dari Kerajaan Mali melakukan serangkaian perjalanan
ke negara baru. Tahun 1312 M: Seorang Muslim dari Afrika (Mandiga) tiba
di Teluk Meksiko untuk mengeksplorasi Amerika menggunakan Sungai
Mississipi sebagai jalur utama perjalanannya.
Tahun 1530 M: Budak dari Afrika
tiba di Amerika. Selama masa perbudakan lebih dari 10 juta orang Afrika
dijual ke Amerika. Kebanyakan budak itu berasal dari Fulas, Fula Jallon,
Fula Toro, dan Massiona - kawasan Asia Barat. 30 persen dari jumlah
budak dari Afrika itu beragama Islam.
Tahun 1539 M: Estevanico of
Azamor, seorang Muslim dari Maroko, mendarat di tanah Florida. Tak
kurang dari dua negara bagian yakni Arizona dan New Mexico berutang pada
Muslim dari Maroko ini. Tahun 1732 M: Ayyub bin Sulaiman Jallon,
seorang budak Muslim di Maryland, dibebaskan oleh James Oglethorpe,
pendiri Georgia. Tahun 1790 M: Bangsa Moor dari Spanyol dilaporkan sudah
tinggal di South Carolina dan Florida.
Sequoyah, also known as George
Gist Bukti lainnya adalah, Columbus sendiri mengetahui bahwa orang-orang
Carib (Karibia) adalah pengikut Nabi Muhammad. Dia faham bahwa
orang-orang Islam telah berada di sana terutama orang-orang dari Pantai
Barat Afrika.
Mereka mendiami Karibia, Amerika
Utara dan Selatan. Namun tidak seperti Columbus yang ingin menguasai
dan memperbudak rakyat Amerika. Orang-Orang Islam datang untuk berdagang
dan bahkan beberapa menikahi orang-orang pribumi.
Sejarawan Ivan Van Sertima dalam
karyanya They Came Before Columbus membuktikan adanya kontak antara
Muslim Afrika dengan orang Amerika asli. Dalam karyanya yang lain,
African Presence in Early America, Van Sertima, menemukan fakta bahwa
para pedagang Muslim dari Arab juga sangat aktif berniaga dengan
masyarakat yang tinggal di Amerika.
Van Sertima juga menuturkan,
saat menginjakkan kaki di benua Amerika, Columbus pun mengungkapkan
kekagumannya kepada orang Karibian yang sudah beragama Islam. "Columbus
juga tahun bahwa Muslim dari pantai Barat Afrika telah tinggal lebih
dulu di Karibia, Amerika Tengah, Selatan, dan Utara," papar Van Sertima.
Umat Islam yang awalnya berdagang telah membangun komunitas di wilayah
itu dengan menikahi penduduk asli.
Menurut Van Sertima, Columbus
pun mengaku melihat sebuah masjid saat berlayar melalui Gibara di Pantai
Kuba. Selain itu, penjelajah berkebangsaan Spanyol itu juga telah
menyaksikan bangunan masjid berdiri megah di Kuba, Meksiko, Texas, serta
Nevada. Itulah bukti nyata bahwa Islam telah menyemai peradabannya di
benua Amerika jauh sebelum Barat tiba.
Lebih lanjut Columbus mengakui
pada 21 Oktober 1492 dalam pelayarannya antara Gibara dan Pantai Kuba
melihat sebuah masjid (berdiri di atas bukit dengan indahnya menurut
sumber tulisan lain). Sampai saat ini sisa-sisa reruntuhan masjid telah
ditemukan di Kuba, Mexico, Texas dan Nevada.
Dan tahukah anda? 2 orang
nahkoda kapal yang dipimpin oleh Columbus kapten kapal Pinta dan Nina
adalah orang-orang muslim yaitu dua bersaudara Martin Alonso Pinzon dan
Vicente Yanex Pinzon yang masih keluarga dari Sultan Maroko Abuzayan
Muhammad III (1362). [THACHER,JOHN BOYD: Christopher Columbus, New York
1950]
No comments:
Post a Comment