[BIOGRAFI HANA TAJIMA SIMPSON]
Hana Tajima Simpson, siapa fashioner Inggris yang tak mengenalnya?
Lama bergelut dengan dunia mode, ia kini menekuni lini busana Muslimah
trendy namun tetap syar'i, dengan label Maysaa.
Nama Hana Tajima Simpson menjadi topik perbincangan di kalangan blogger
Muslimah. Di kalangan para blogger, nama perempuan blasteran
Jepang-Inggris itu dikenal karena gaya berjilbabnya yang unik dan lebih
kasual. Sosok Hana pun telah menghias sejumlah media di Inggris dan
Brazil. Hana yang dikenal sebagai seorang desainer membuat kejutan lewat
produk berlabel Maysaa. Produk yang telah dilempar ke pasaran dunia itu
berupa jilbab bergaya layers (bertumpuk). Melalui label itu, Hana
mencoba memperkenalkan gaya berbusana yang trendi, namun tetap sesuai
dengan syariat Islam di kalangan Muslimah.
Kini, produk busana Muslimah yang diciptakannya itu tengah menjadi tren
dan digandrungi Muslimah di negara-negara Barat. Semua itu, tak lepas
dari kegigihannya dalam mempromosikan Maysaa. Tak cuma itu, kini namanya
menjadi ikon fesyen bagi para Muslimah di berbagai negara. Mengenai
gaya berjilbab yang diusung Hana, skaisthenewblack.blogspot menulis,
“Dia (Hana) memiliki gaya yang hebat. Sangat elegan dan chic, namun
tetap terlihat sederhana”. Ternyata, busana Muslimah pun bila dikreasi
secara kreatif dan inovatif bisa mewarnai dunia fesyen internasional.
Sejatinya, gaya berjilbab yang ditunjukkan perempuan berusia 23 tahun
itu kepada para Muslimah di berbagai negara tercipta secara tidak
sengaja. Hana yang saat itu baru memeluk Islam ingin sekali menggenakan
jilbab. Ia memeluk Islam saat usianya baru menginjak 17 tahun. “Sebagai
seorang desainer, awalnya saya merasa frustrasi melihat gaya berbusana
sebagian besar Muslimah yang kurang bervariasi,” ungkapnya dalam sebuah
wawancara khusus dengan HijabScraft.
Busana-busana rancangannya kerap diulas majalah mode negeri itu. Bahkan, majalah sekelas Vogue pun pernah memajang kreasinya.
Ciri
rancangan Hana adalah simpel, mengikuti tren, dan tentu saja, tetap
syar'i. Rancangannya jauh dari kesan bahwa busana Muslimah itu harus
kedodoran, padanan warnanya norak, dan tak rapi.
"Menjadi
Muslimah di negara barat dapat sedikit enakutkan. Anda tahu, busana
juga bisa menciptakan sesuatu yang akan membantu Muslimah di mana-mana
terus termotivasi untuk tetap mengenakan hijab namun juga "diterima"
karena pakaian mereka," ujarnya.
Hana
belajar dari pengalamannya. Ia menjadi mualaf lima tahun lalu. Sejak
bersyahadat, ia memutuskan untuk berbusana Muslimah. "Seluruh pakaian
masa lalu, saya wariskan pada adik perempuan saya," ujarnya.
Ia
memadupadan sendiri penampilannya. Hingga akhirnya ia sadar, harus
berbuat sesuatu untuk "mendandani" Muslimah. Maka ia merintis blog
fashion, sebelum akhirnya membuat majalah mode dan lini produk sendiri,
Maysaa.
***
Mengorek
masa lalu Hana, tak semudah menemukan artikel tentang karya-karyanya.
Ia memang tak begitu suka mengumbar kisah pribadinya. Hana hanya memberi
sedikit bocoran: ayahnya, Tajima, berasal dari Jepang dan ibunya dari
Inggris. Mereka kemudian menetap di London.
Ia
menjadi Muslim saat menginjak bangku kuliah. Hana menyatakan, ia muak
dengan kehidupan anak muda London yang tak bisa lepas dari pub dan
pergaulan bebas. Dia sendiri mengaku sangat berminat pada filsafat.
Suatu
ketika, ia mengaku bingung dengan kehidupannya. Bukan ikut-ikutan
teman-temannya lari ke pub, ia memilih untuk menenggelamkan diri melahap
buku-buku filsafat. Juga isu-isu gender.
"Semakin
banyak saya membaca, semakin saya menemukan diri saya setuju dengan
ide-ide Islam," ujarnya. Namun saat itu ia masih tidak ingin menjadi
Muslim. "Hingga tiba di suatu titik di mana saya tidak bisa mengatakan
tidak pada diri saya tentang kebenaran agama ini, maka saya
bersyahadat," ujarnya.
***
Hana mulai mengenakan jilbab di hari yang sama ia bersyahadat. "Pada
tingkat pribadi, itu adalah cara yang baik untuk membedakan apa yang
telah terjadi sebelumnya dalam hidup saya, dengan apa yang akan terjadi
di depan saya," ujarnya.
Ia
pergi bersyahadat di antar sang adik yang berprofesi sebagai seorang
fotografer. Sepanjang perjalanan, ia menjadi objek fotografi adiknya.
Pada
awal berjilbab, ia merasa "keluar dari diri saya". Padahal, ia sudah
merancang busana-busananya -- Hana menjadi perancang sejak usia belia --
senyaman mungkin. "Ada hari-hari ketika saya mendapatkan seseorang
memberi saya tatapan kritis, tapi saya tahu kenapa inilah salah satu
risiko penegasan konstan dari apa yang saya percaya," ujarnya.
Bahkan
di lingkungan teman dekatnya, semua agak berubah menjadi canggung
setelah ia berjilbab. "Ketika aku menjadi lebih nyaman dengan itu semua,
orang-orang lebih santai. Pada umumnya diperlukan waktu sekitar 5 menit
bagi seseorang untuk berhenti berpikir 'mengapa ia memakai hal di atas
kepalanya' dan benar-benar berkomunikasi dengan kita secara wajar,"
ujarnya.
Berbarengan
dengan itu, ia membuat blog StyleCovered, berisi panduan berjilbab. Ia
mengambil arus yang berbeda berdasar pengalamannya: busana casual yang
simpel, hampir seperti "busana sopan" yang dikenakan wanita lain
sehari-hari. Dengan gaya busana ini, orang lain tak akan "kaget" atau
canggung.
Tak
diduga, blognya laris manis dan jadi rujukan Muslimah tak hanya di
Inggris tapi juga berbagai negara. Ia pun mulau rajin mengeluarkan
rancangan-rancangannya sendiri.
Ia
mengaku banyak terinspirasi Muslimah Indonesia dalam merancang busana.
"Saya mendapatkan inspirasi begitu banyak dari gadis-gadis Indonesia
yang memakai jilbab. Cara mereka memadankan warna tidak seperti tempat
lain, dan itu sesuatu yang saya sedang mencoba untuk dimasukkan ke dalam
gaya saya sendiri," ujarnya.
Dengan maksud ingin menunjukkan kepada masyarakat Barat bahwa para
perempuan Muslim pun dapat tampil di muka umum dengan gaya berbusana
yang modis dan chic, serta mengikuti tren fesyen terkini, Hana mulai
tergerak untuk mendesain gaya busana Muslimah lengkap dengan jilbabnya
yang berbeda dengan yang sudah ada pada saat itu. Selain unik, gaya
berbusana yang diusung Hana ini pada dasarnya tidak pernah benar-benar
mengikuti tren fesyen yang pada saat itu tengah digandrungi di
negara-negara Barat pada umumnya. “Suatu hari saya akan tampil dengan
gaya glamor ala Hollywood dan (hari) berikutnya saya akan terobsesi
dengan gaya rock/grunge di tahun 90-an,” paparnya.
Ia mengatakan cenderung menjaga hal-hal yang dianggap kecil dan
sederhana dalam mendesain sebuah fesyen. Hana pun secara terus terang
mengaku tertarik untuk mengkreasikan sesuatu, seperti memadankan jaket
kulit vintage dengan gaun panjang bermotif bunga-bunga. Untuk
mempopularkan gaya berbusananya, Hana memanfaatkan jaringan internet
dengan membuat laman web pribadi yang diberi nama stylecovered.com. Saat
itu, Hana belum sempat memberikan label untuk produk yang didesainnya
itu.
Tanpa disangka, gaya berbusana yang ditampilkan dalam laman webnya itu
menarik minat para blogger Muslimah di Inggris. Berawal dari situlah,
Hana kemudian memutuskan untuk mendirikan Maysaa, sebuah rumah desain
dan fesyen yang terinspirasi dari fesyen Barat namun tetap disesuaikan
dengan kaidah Islam.
Kendati Maysaa ditujukan untuk para wanita Muslim, namun Hana tidak
menampik hasil rancangannya ini juga bisa dikenakan oleh kalangan wanita
non-Muslim. “Saya tidak bisa mengatakan pakaian yang saya buat hanya
untuk wanita Muslim atau untuk wanita non-Muslim, karena kehidupan saya
pada dasarnya juga merupakan percampuran dari keduanya. Karenanya, saya
suka membuat rancangan dari perspektif yang sangat pribadi,” terang
perempuan yang sudah mulai merancang sejak usia lima tahun itu.
Memeluk Islam
Sebelum mengucap dua kalimat syahadat, Hana adalah seorang pemeluk
Kristen. Ia tumbuh di daerah pedesaan di pinggiran Devon yang terletak
di sebelah barat daya Inggris. Kedua orang tuanya bukan termasuk orang
yang religius, namun mereka sangat menghargai perbedaan. Di tempat
tinggalnya itu tidak ada seorang pun warga yang memeluk Islam.
Persentuhannya dengan Islam terjadi ketika Hana melanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi. “Saya berteman dengan beberapa Muslim saat di
perguruan tinggi,” ujarnya.
Dalam pandangan Hana, saat itu teman-temannya yang beragama Islam
terlihat berbeda. “Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa
mahasiswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi ke
pesta malam di sebuah klub,” tutur Hana. Bagi Hana, hal itu justru
sangat menarik. Terlebih, teman-temannya yang Muslim dianggap sangat
menyenangkan saat diajak berdiskusi membahas materi kuliah. Menurut dia,
mahasiswa Muslim lebih banyak dihabiskan waktunya untuk membaca di
perpustakaan ataupun berdiskusi.
Dari teman-teman Muslim itulah, secara perlahan Hana mulai tertarik
dengan ilmu filsafat, khususnya filsafat Islam. Sejak saat itu pula,
Hana mulai mempelajari filsafat Islam dari sumbernya langsung, yakni
Alquran. Dalam Alquran yang dipelajarinya, ia menemukan fakta bahwa
ternyata kitab suci umat Islam ini lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
“Di dalamnya saya menemukan berbagai referensi seputar isu-isu hak
perempuan. Semakin banyak saya membaca, semakin saya menemukan diriku
setuju dengan ide-ide yang tertulis di belakangnya dan aku bisa melihat
mengapa Islam mewarnai kehidupan mereka (teman-teman Muslimnya-Red),”
ungkapnya.
Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Alquran pada
akhirnya membuat Hana memutuskan untuk memeluk Islam. Tanpa menemui
hambatan, ia pun bersyahadat dengan hanya disaksikan oleh teman-teman
Muslimahnya. “Yang paling sulit saat itu adalah memberitahukan kepada
keluargaku, meskipun aku tahu mereka akan bahagia selama aku juga merasa
bahagia.” ed; heri ruslan
Memilih Berjilbab
Tak semua Muslimah tergerak untuk menutup auratnya dengan jilbab. Namun
bagi Hana Tajima, jilbab adalah identitas seorang Muslimah. Sebagai
seorang mualaf, desainer busana Muslimah yang sedang menjadi pusat
perhatian itu memilih untuk mengenakan jilbab. Seperti halnya saat
memutuskan untuk memeluk Islam, keputusan hana untuk mengenakan jilbab
juga datang tanpa paksaan. “Saya mulai mengenakan jilbab pada hari yang
sama di saat saya mengucapkan syahadat. Ini merupakan cara yang terbaik
untuk membedakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan di masa
depan,” paparnya seperti dikutip dari hijabscarf.blogspot.com.
Keputusannya untuk mengenakan jilbab kontan memancing reaksi beragam
dari orang-orang di sekitarnya, terutama teman dekatnya. Sebelum
mengenakan jilbab, Hana paham betul dengan semua konotasi negatif yang
disematkan kepada orang-orang berjilbab. “Saya tahu apa yang mereka
pikirkan mengenai jilbab, tetapi saya akan bersikap pura-pura tidak
mengetahuinya. Namun seiring waktu, orang-orang di sekitarku kini bisa
bersikap lebih santai manakala melihatku dalam balutan jilbab,” papar
Hana sumringah.
Dalam blog pribadinya Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di
sebuah negara Barat dapat sedikit menakutkan, terutama ketika para mata
di sekitarnya menatap dengan tatapan aneh. Maklum saja, di
negara-negara Barat, sebagian penduduknya telah terjangkit Islamofobia.
Tak sedikit, Muslimah yang mengalami diskriminasi dan pelecehan saat
mengenakan jilbab. Bahkan, di Jerman beberapa waktu lalu, seorang
Muslimah dibunuh di pengadilan karena mempertahankan jilbab yang
dikenakannya.
“Karena itu, mengapa saya ingin menciptakan sesuatu yang akan membantu
para Muslimah di mana pun untuk terus termotivasi mengatasi rasa takut
itu,” ujar Hana. Kini, dengan busana Muslimah yang dirancangnya, kaum
Muslimah di negara-negara Barat bisa tampil dengan busana yang bisa
diterima masyarakat tanpa meninggalkan aturan yang ditetapkan syariat
Islam
Kini, ia menjadi ikon baru generasi muda Inggris. Muda, energik, modis, dan...Muslim.
SITUS RESMI/BLOG HANA TAJIMA SIMPSON
Facebook Resmi (Official):
Twitter Resmi (Official):
Tumblr Resmi (Official):
Pinterest Resmi (Official):
references by : http://agunkzscreamo.blogspot.com/2013/07/biografi-hana-tajima-simpson.html#ixzz2dWHQnW2E